BUMI MANUSIA - PRAMOEDYA ANANTA TOER - PART 1

By Didih Suryadi

EducationHistorySociety & Culture
Share:

Key Concepts

  • Ilmu pengetahuan (science/knowledge)
  • Percetakan (printing) & Simprug Raffi (likely a printing technique)
  • Modernisasi (modernization) & "Jalak Zaman Modern" (modern era)
  • Astrologi (astrology) vs. Ilmu Pengetahuan (science/knowledge)
  • Philogynik (philogynic - lover of women)
  • Indo (Indo-European descent)
  • Pribumi (native Indonesian)
  • Nyai (concubine/mistress)
  • Gundik (concubine/mistress)
  • HBS (Hogere Burgerschool - Dutch secondary school)

Summary

Pengenalan Diri dan Pandangan tentang Ilmu Pengetahuan

Narator, yang namanya dirahasiakan, memulai dengan refleksi tentang kesedihan dan pandangannya terhadap ilmu pengetahuan. Dia merasa ilmu pengetahuan telah memberikan "restu yang tiada hingga indahnya." Direktur sekolahnya menyatakan bahwa pengetahuan umum yang diajarkan di sekolah sudah sangat luas, bahkan melebihi standar di Eropa. Narator, meskipun belum pernah ke Eropa, mempercayai pernyataan ini karena guru-gurunya dididik di sana. Ilmu pengetahuan telah membentuk pribadinya berbeda dari kebanyakan orang Jawa.

Dampak Percetakan dan Modernisasi

Percetakan, khususnya Simprug Raffi, memungkinkan reproduksi gambar secara massal. Gambar pemandangan, tokoh penting, dan gedung pencakar langit dari seluruh dunia dapat disaksikan melalui cetakan. Generasi sebelumnya belum memiliki akses ke gambar tercetak. Berita dari Eropa dan Amerika melaporkan penemuan-penemuan baru yang menandingi kesaktian para satria dan dewa dalam cerita wayang. Penemuan ini mempersingkat waktu tempuh antara Betawi dan Surabaya menjadi 3 hari, dan diramalkan menjadi sehari semalam. Narator akan mempersembahkan karangan bunga anggrek kepada Stevenson jika bertemu dengannya. Jaringan kereta api membelah Pulau Jawa, membuat dunia terasa lebih dekat. Kekuatan tidak lagi dimonopoli oleh gajah dan badak, tetapi oleh benda-benda kecil buatan manusia seperti baut, sekrup, dan mur. Jerman bahkan telah membuat kereta yang digerakkan oleh listrik, yang belum dipahami oleh narator. Tenaga alam diubah untuk kepentingan manusia, dan orang-orang merancang untuk terbang seperti Gatotkaca. Inilah yang disebut "Jalak Zaman Modern." Modernisasi menyebar dengan cepat seperti bakteri di Eropa.

Potret Sang Dara dan Kerinduan

Di zaman modern ini, potret dapat diperbanyak hingga puluhan ribu sehari. Narator sangat tertarik pada potret seorang gadis cantik, kaya, dan berkuasa, seorang "kekasih para dewa." Teman-teman sekolahnya mengatakan bahwa bahkan bankir terkaya di dunia pun tidak berpeluang untuk merayunya. Narator sering memandangi wajahnya sambil berandai-andai. Gadis itu berumur sama dengannya, 18 tahun, lahir pada tahun 1880. Hari dan bulannya sama, 31 Agustus, hanya berbeda jam dan kelamin. Gurunya melarang mempercayai astrologi, dengan mengutip Thomas Aquinas yang mengatakan bahwa nasib dua orang yang lahir pada waktu dan tempat yang sama bisa sangat berbeda. Narator lebih mempercayai ilmu pengetahuan.

Pertemuan dengan Profesor Hop dan Tantangan Philogynik

Profesor Hop masuk ke kamar narator dan mendapatinya sedang memandangi gambar gadis itu. Profesor Hop tertawa dan menyebut narator "ahosi biologi nikmatnya keranjang kita buaya kita." Profesor Hop mengejek narator dan menantangnya untuk membuktikan kejantanannya sebagai seorang "philogynik" dengan mengunjungi seorang Dewi di Surabaya. Profesor Hop merencanakan sesuatu yang jahat terhadap narator karena dia tidak memiliki darah Eropa. Narator merasa tertantang dan setuju untuk pergi pada tanggal 27 September 1898.

Pesta Pora dan Kenaikan Tahta Ratu Wilhelmina

Pada tanggal 6 September 1898, seluruh Hindia Belanda berpesta pora merayakan kenaikan tahta Ratu Wilhelmina. Tanggal lahir Ratu Wilhelmina memberikan kesempatan bagi ahli astrologi untuk mengangkatnya menjadi ratu dan menjatuhkan narator menjadi rakyatnya. Narator merasa bahwa Ratu Wilhelmina mungkin tidak tahu bahwa dia pernah ada di muka bumi ini.

Perjalanan dengan Dokar dan Tujuan yang Dirahasiakan

Narator pergi ke tetangga sebelah, siang marais, seorang Perancis berkaki satu, untuk memberikan pesanan perabot kamar dengan ukiran motif Jepara. Profesor Hop menunggunya dengan sebuah dokar model baru. Profesor Hop mengatakan bahwa dokar itu lebih mahal dari dokar biasa. Profesor Hop merahasiakan tujuan perjalanan mereka, hanya mengatakan bahwa mereka akan pergi ke tempat di mana semua pemuda mengimpikan undangan dari bidadarinya. Profesor Hop mengaku beruntung mendapatkan undangan dari abangnya, yang juga bernama Robert. Profesor Hop melirik narator dan mengatakan bahwa dia ingin melihat sampai di mana kejantanan narator sebagai seorang "philogynik."

Pertemuan dengan Keluarga Mellema dan Annellis

Profesor Hop mengungkapkan bahwa Dewi yang akan mereka kunjungi adalah gadis Indo peranakan. Profesor Hop adalah teman satu sekolah dengan orang tua yang sama-sama Indo. Profesor Hop iri terhadap narator karena prestasinya dan kedekatannya dengan teman-teman perempuan di sekolah. Profesor Hop ingin mempermalukan narator di depan umum. Dokar memasuki daerah Wonokromo. Profesor Hop menunjukkan rumah bergaya Tiongkok milik sugian bawah Acong dan rumah loteng dari kayu milik Tuan mellema Herman mellema. Orang-orang menyebut rumah Tuan mellema sebagai istana pribadi. Banyak orang mengagumi gundiknya, Nyai ontosoroh, yang cantik, rupawan, berumur 30an, dan pengendali seluruh perusahaan pertanian besar itu. Keamanan keluarga dan perusahaan itu dijaga oleh seorang pendekar madura bernama darsam dan para pengikutnya. Dokar membelok melewati pintu belakang dan menuju ke tetangga depan rumah. Seorang pemuda indo-eropa membuka pintu kaca dan menyambut Profesor Hop. Pemuda itu bernama Robert mellema. Robert mellema menyambut Profesor Hop dan narator. Mereka memasuki rumah. Di depan mereka berdiri seorang gadis berkulit putih halus, berwajah Eropa, berambut dan bermata pribumi, bernama annelis mellema. Annellis mellema mengulurkan tangan kepada narator dan Profesor Hop.

Percakapan di Ruang Tamu dan Pengungkapan Status Pribumi

Mereka berempat duduk di size rotan. Profesor Hop dan Robert mellema terlibat dalam percakapan tentang sepak bola. Narator merasa kikuk dan mengamati ruang tamu yang luas dan mewah. Annellis bertanya mengapa narator diam saja. Narator menjawab dengan senyuman dan mengagumi perabot di rumah itu. Annellis bertanya mengapa narator menyembunyikan nama belakangnya. Narator menjawab bahwa dia tidak punya nama belakang. Profesor Hop menyela dan mengatakan bahwa narator akan disangka anak yang tidak diakui oleh ayahnya. Narator menjawab bahwa dia betul-betul tidak punya nama belakang. Annellis berseru pelan dan meminta maaf. Narator menambahkan bahwa dia bukan Indo. Annellis berseru lagi. Narator merasa bahwa dia akan diusir karena dia hanya pribumi. Robert mellema menikam annelis dengan pandangnya dan kemudian beralih pada narator. Annellis menatap Profesor Hop dan Abangnya, kemudian kembali pada narator. Narator merasa penglihatannya kabur dan hanya melihat gaun panjang putih annelis.

Penerimaan Annellis dan Pertemuan dengan Nyai Ontosoroh

Annellis tertawa dan menyebut narator "ahoy philogynik." Annellis bertanya mengapa narator pucat. Annellis mengatakan bahwa pribumi juga baik. Robert mellema dan Profesor Hop menatap annelis. Annellis menentang Abangnya dengan padang terbuka. Annellis mengatakan bahwa ibunya juga pribumi Jawa. Annellis mengatakan bahwa narator adalah tamunya. Annellis berdiri dan mengajak narator duduk di tempat lain. Mereka meninggalkan Profesor Hop dan Robert mellema. Mereka memasuki ruang belakang yang lebih mewah lagi. Annellis mengatakan bahwa dia sendiri yang merangkai bunga-bungaan di jambang bunga. Annellis menunjuk pada lemari pajangan dan mengatakan bahwa di dalamnya terdapat patung kecil dari perunggu bernama nefertiti, seorang putri Mesir yang sangat cantik. Di dalamnya juga terdapat patung Erlangga ukiran Bali. Annellis menerangkan tentang topeng-topeng cerita si jinkui. Annellis bertanya apakah narator ingin mendengarkan ceritanya. Narator menjawab dengan senang hati. Annellis mengatakan bahwa kalau begitu, narator tentu suka datang lagi kemari. Annellis bertanya apakah narator bersekolah. Narator menjawab bahwa dia kawan sekolah Profesor Hop. Annellis mengatakan bahwa dia bangga punya teman murid HBS. Annellis berseru memanggil Mamanya. Nyai ontosoroh muncul. Nyai ontosoroh adalah seorang wanita pribumi berkain berkebaya putih dihiasi renda-renda mahal. Ia mengenakan kasut melalui tanpa bersulam benang perak. Nyai ontosoroh menyapa narator dengan bahasa Belanda yang baik. Annellis memperkenalkan narator sebagai mingke, seorang pribumi Jawa. Nyai ontosoroh berjalan menghampiri narator dan mengulurkan tangan. Narator terheran-heran dan kikuk menerima jabatannya. Nyai ontosoroh bertanya apakah narator pelajar HBS. Narator menjawab betul. Nyai ontosoroh tersenyum ramah dan mengatakan bahwa orang-orang memanggilnya Nyai ontosoroh. Nyai ontosoroh mengatakan bahwa narator boleh memanggilnya Mama seperti annelis. Nyai ontosoroh bertanya apakah narator Putra Pati. Narator menjawab tidak. Nyai ontosoroh mengatakan bahwa dia senang ada tamu yang berkunjung ke annelis. Nyai ontosoroh pergi lagi melalui pintu belakang.

Keheranan Narator dan Pujian Annellis

Narator terpesona melihat seorang wanita pribumi yang bicara Belanda dengan baik dan tidak mempunyai suatu Kompleks terhadap teman pria. Narator bertanya-tanya apa sekolahnya dulu dan mengapa hanya menjadi seorang nyanyi. Narator bertanya-tanya siapa yang telah mendidiknya menjadi begitu bebas seperti perempuan Eropa. Keangkeran istana kayu ini berubah menjadi maligai teka-teki bagi narator. Annellis senang mengetahui ibunya tidak berkeberatan. Seorang pelayan wanita menghidangkan susu coklat dan kue. Pelayan itu tidak datang merangkak-rangkak seperti pada majikan pribumi. Annellis mengatakan pada pelayannya untuk mengatakan di belakang sana jangan sampai tercampur babi. Annellis bertanya mengapa narator masih juga diam saja. Narator menjawab bahwa dia mengagumi rumah ini. Annellis bertanya apakah narator senang di sini. Narator menjawab tentu saja. Annellis bertanya mengapa tadi pucat. Narator menjawab mungkin karena tak pernah menyangka akan bisa berhadapan dengan seorang Dewi secantik ini. Annellis terdiam dan menatap narator dengan mata Kejora nya. Narator menyesal telah mengucapkannya. Annellis bertanya siapa yang narator maksud Dewi itu. Narator menjawab kau. Annellis menilai air mukanya berubah. Annellis pergi ke pintu belakang dan memanggil Mamanya.

Pengakuan Annellis dan Penerimaan Nyai Ontosoroh

Nyai ontosoroh muncul di pintu. Annellis menggandengnya. Annellis mengadu pada Nyai bahwa narator bilang dia cantik. Nyai menatap narator dan kemudian memandangi annelis. Nyai mengatakan bahwa dia sudah sering bilang annelis memang cantik dan cantik luar biasa. Annellis bersuhu sambil mencubit ibunya. Wajahnya kemerahan dan matanya memandangi narator berkilau berbinar-binar. Nyai duduk di kursi di samping narator. Nyai mengatakan bahwa karena itu dia senang narator datang. Nyai mengatakan bahwa annelis tak pernah bergaul wajar seperti anak-anak Idol lain. Nyai bertanya apakah narator tersinggung. Narator menjawab hanya dengan kau dan senyum tanpa gelar. Nyai mengatakan bahwa narator kelihatan bingung. Nyai ontosoroh menampilkan diri dihadapan narator seakan seorang yang sudah kenal begitu lama dan baik. Narator merasa seakan Nyai pernah melahirkannya dan lebih dekat padanya daripada Bunda sekalipun. Narator menunggu-nunggu meledaknya kemarahan Nyai karena pujian-pujian tadi, tapi ia tidak marah. Narator menyadari bahwa Nyai hanya seorang Nyai, tidak mengenal perkawinan yang sah, melahirkan anak-anak tidak seharusnya sejenis manusia dengan kadar kesusilaan rendah, menjual kehormatan untuk kehidupan senang dan mewah. Narator mengagumi bahasa Belanda Nyai yang baik dan sikapnya pada anaknya yang halus dan bijaksana dan terbuka. Narator merasa bahwa Nyai adalah seorang guru dari aliran baru yang bijaksana. Nyai mengatakan bahwa narator tidak punya pergaulan dan maunya didekat Mama saja. Nyai bertanya mengapa narator biasa memuji-muji gadis. Narator menjawab bahwa kalau Gadis itu memang cantik kan tidak buruk memujinya. Nyai bertanya bagaimana dengan gadis Eropa. Narator menjawab bahwa gadis Eropa diajar untuk secara jujur menyatakan pendapat Isi Hati. Narator mengatakan bahwa kalau dia kau Puji, jawabnya Terima kasih. Nyai bertanya bagaimana dengan gadis pribumi. Narator menjawab bahwa kalau mendapat didikan Eropa yang baik sama saja. Nyai bertanya bagaimana kalau tidak. Narator menjawab kadang memaki sering senyum kena Maki. Nyai tersenyum berpaling pada anaknya dan mengatakan bahwa annelis dengar sendiri. Nyai menyuruh annelis mengatakan terima kasih. Nyai menyuruh narator mengulangi lagi puji-pujian mu biar dia ikut dengar. Narator merasa malu. Nyai menawan dan menggenggam narator ke dalam tangannya.

Kepergian Nyai dan Pertanyaan tentang Ayah Annellis

Nyai pergi menyingkir. Narator dan annelis mengawasinya sampai ia hilang dibalik pintu dan berpandang-pandangan. Narator meledak dalam tawa lepas. Annellis menggigit bibir dan melenguh. Narator bertanya tentang ayah annelis. Annellis mengerutkan kening dan mengatakan bahwa narator tak perlu tahu untuk apa. Annellis mengatakan bahwa dia sendiri tak ada keinginan untuk tahu. Annellis bertanya mengapa narator bertanya.

Conclusion

The transcript details a complex social encounter in late 19th-century Java, exploring themes of modernization, cultural identity, and social hierarchy. The protagonist, a young Javanese man educated in Dutch schools, navigates a world of European influence, social prejudice, and personal longing. The encounter with Annellis and her mother, Nyai Ontosoroh, challenges his preconceived notions and exposes the complexities of Indo-European society. The story highlights the tension between traditional Javanese values and the allure of Western modernity, as well as the protagonist's struggle to define his own identity within this rapidly changing landscape. The ending leaves the reader with unanswered questions about the true nature of the Mellema family and the protagonist's future relationship with them.

Chat with this Video

AI-Powered

Hi! I can answer questions about this video "BUMI MANUSIA - PRAMOEDYA ANANTA TOER - PART 1". What would you like to know?

Chat is based on the transcript of this video and may not be 100% accurate.

Related Videos

Ready to summarize another video?

Summarize YouTube Video