5 Menjama shalat Ustadz Ahmad Sarwat, Lc , MA seg 5 5
By Arief Fatchul Huda
Education
Share:
Key Concepts:
- Jamak Salat (Combining Prayers)
- Mazhab (Islamic Schools of Thought): Syafi'i, Hambali
- Illat (Underlying Reason/Cause) for Jamak
- Jamak Taqdim (Combining Prayers Earlier)
- Jamak Ta'khir (Combining Prayers Later)
- Mualat (Continuity) in Prayers
- Ittihadul Waqti (Unity of Time)
- Jamak Suri (Apparent Combining of Prayers)
- Qadha Salat (Making Up Missed Prayers)
1. Perbedaan Pendapat Ulama tentang Jamak Salat karena Hujan
- Syafi'iyah: Ada perbedaan pendapat di kalangan Syafi'iyah mengenai kriteria orang yang boleh menjamak salat karena hujan.
- Pendapat Pertama (Tidak Boleh): Orang yang salat di rumah sendirian, berjalan ke masjid yang dekat, perempuan salat di rumah, atau laki-laki salat di masjid yang jauh, tidak boleh menjamak salat karena tidak memenuhi ketentuan. Pendapat ini dianggap lebih sahih dari kitab al-Umm (qaul qadim).
- Pendapat Kedua (Boleh): Boleh menjamak salat karena Rasulullah pernah menjamak salat meskipun pintu rumah istrinya dekat dengan masjid. Namun, pendapat ini dibantah dengan argumen bahwa hanya rumah yang pintunya langsung ke masjid yang boleh, yang lain tidak.
- Hambali: Mazhab Hambali sama dengan Syafi'i dalam hal boleh menjamak Zuhur dan Ashar karena hujan. Namun, berbeda karena Hambali juga membolehkan menjamak Maghrib dan Isya karena hujan. Mazhab Hambali dianggap paling fleksibel terkait jamak karena hujan.
2. Kondisi Darurat yang Membolehkan Jamak
- Selain hujan, kondisi darurat seperti kecelakaan, banjir, bencana alam, demo anarkis, perang, guru Harada, kecelakaan, banjir bandang, topan, badai, dan seterusnya, yang membuat orang tidak bisa mengerjakan salat pada waktunya, membolehkan jamak.
- Jika masih memungkinkan untuk dijamak, maka dijamak. Jika tidak memungkinkan, misalnya Ashar dan Maghrib tetap jadi jamak.
- Sifatnya insidentil, tidak boleh diawali padahal tidak darurat.
3. Ketentuan Jamak Taqdim
- Niat: Minimal harus niat untuk menjamak pada salat yang pertama. Misalnya, saat salat Zuhur, harus ada niat dalam hati bahwa akan menjamak dengan Ashar sebelum salam. Niat tidak boleh ada setelah salat Zuhur selesai.
- Tertib: Harus berurutan. Tidak boleh Ashar dulu baru Zuhur, atau Isya dulu baru Maghrib. Harus Zuhur dulu baru Ashar, Maghrib dulu baru Isya.
- Mualat: Salat harus mualat (berurutan, nyambung, gandeng), tidak terjeda dengan pekerjaan yang membuat keduanya tidak terjadi jamak. Jeda yang ditoleransi adalah jeda karena kebelet pipis atau wudhu karena batal. Tidak boleh jeda dengan pulang ke rumah, tidur, atau makan.
- Illat Berlangsung: Illat (alasan) kebolehan menjamak harus masih berlangsung. Misalnya, jika karena safar, maka status musafir harus masih ada. Jika karena sakit, maka sakitnya harus masih ada.
4. Ketentuan Jamak Ta'khir
- Lebih sederhana dari jamak taqdim.
- Tidak harus mualat dan tidak harus berurutan.
- Niat: Harus ada niat ketika salat yang di waktu pertama ditinggalkan. Harus ada niat bahwa tidak salat di waktu pertama, tetapi akan dikerjakan di waktu kedua. Tidak boleh tiba-tiba meninggalkan salat Zuhur tanpa niat. Harus niat bahwa akan menjamak ta'khir karena musafir.
- Illat Berlangsung: Illat (alasan) kebolehan menjamak harus masih berlangsung. Misalnya, safar harus masih berlangsung, meskipun sudah hampir sampai rumah.
- Illat Belum Habis: Ilat kebolehan menjamak belum habis. Sebelum sampai rumah, di stasiun, atau di mana pun dalam suasana bepergian, harus menjamak ta'khir.
- Urutan: Boleh kebalik (Ashar dulu baru Zuhur, Isya dulu baru Maghrib), tetapi tetap afdholnya (lebih utama) urut.
5. Contoh Kasus Jamak Ta'khir dan Urutan Salat
- Jika ingin jamak ta'khir Zuhur dengan Ashar dan dikerjakan di waktu Ashar, lalu saat adzan Ashar berhenti di masjid yang sedang melaksanakan salat Ashar berjamaah, maka boleh salat Ashar dulu berjamaah, baru kemudian mengerjakan Zuhur. Ini karena tidak ada ketentuan harus berurutan dalam jamak ta'khir.
6. Jamak Jumat dengan Ashar
- Khilafiah: Ada perbedaan pendapat antara jumhur ulama (mayoritas ulama) dengan Hambali.
- Hambali (Tidak Boleh): Tidak boleh menjamak Jumat dengan Ashar. Dasarnya adalah karena Jumat menggantikan Zuhur, sehingga yang ada adalah Zuhur dan Ashar, bukan Jumat dan Ashar.
- Jumhur Ulama (Boleh): Boleh menjamak Jumat dengan Ashar karena Jumat adalah pengganti Zuhur, ada kesamaan waktu (ittihadul waqti), ada kesamaan illat, dan boleh diqiyaskan antara Zuhur dengan Jumat. Prinsipnya adalah keringanan.
- Biasanya dilakukan jamak taqdim. Setelah salat Jumat, langsung salat Ashar.
7. Jamak Suri
- Jamak yang seperti jamak, tetapi bukan jamak sebenarnya.
- Dilakukan untuk orang yang sakit.
- Solusinya adalah salat Zuhur dan Ashar didekatkan. Zuhur dikerjakan di akhir waktu Zuhur, lalu setelah selesai Zuhur, langsung melaksanakan Ashar.
- Namanya jamak suri karena nadanya masih di waktunya masing-masing.
- Zuhurnya harus tetap di waktu Zuhur, Asharnya tetap di waktu Ashar.
- Sepakat para ulama tidak boleh.
8. Kesimpulan
- Pembahasan tentang menjamak salat dalam berbagai kondisi.
- Akan dilanjutkan dengan pembahasan tentang mengqadha salat di episode keenam.
Chat with this Video
AI-PoweredHi! I can answer questions about this video "5 Menjama shalat Ustadz Ahmad Sarwat, Lc , MA seg 5 5". What would you like to know?
Chat is based on the transcript of this video and may not be 100% accurate.